Jumat, 09 September 2011

SUKU BALI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara dengan tingkat kemajemukan yang tinggi.Kemultikulturan tersebut terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang ada di Indonesia.Dalam buku “Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia” karya antropolog Zulyani Hidayah, tercantum sebanyak 656 suku bangsa di Indonesia. Untuk merinci unsure-unsur bagian dari suatu kebudayaan suku bangsa yang disusun berdasarkan suatu kerangka etnografi yang terdiri dari nama suku bangsa, lokasi, lingkungan alam dan demografi, asal mula dan sejarah, bahasa, system teknologi, system mata pencaharian, organisasi social, system pengetahuan, kesenian, agama dan system religi serta system kekerabatan[1].
Dikarenakan banyaknya suku bangsa yang terdapat di Indonesia, maka kemajemukan suku bangsa tersebut jarang dimengerti oleh generasi muda saat ini, selain itu perkembangan zaman akibat pengaruh globalisasi juga mempengaruhi pola kehidupan dan interaksi suku bangsa tersebut.Suku Bali merupakan salah satu suku di Indonesia yang telah mengalami modernisasi dalam hal pola kehidupan, budaya maupun interaksi. Untuk itu kami akan membahas pola kehidupan, budaya dan interaksi serta pokok-pokok etnografi dari Suku Bali.




B. RUMUSAN MASALAH
1.   Bagaimana system kepercayaan masyarakat suku Bali?
2.   Bagaimana system kekerabatan dalam masyarakat suku Bali?
3.   Bagaimana system politik yang dianut masyarakat suku Bali?
4.   Bagaimana system politik masyarakat suku Bali?
5.   Bagaimanakah keadaan secara global masyarakat suku Bali saat ini?


C. TUJUAN DAN MANFAAT
1.   Untuk mengetahui system kepercayaan masyarakat suku Bali
2.   Untuk mengetahui system kekerabatan dalam masyarakat suku Bali
3.   Untuk mengetahui system politik yang dianut masyarakat suku Bali
4.   Untuk mengetahui system politik masyarakat suku Bali
5.   Untuk mengetahui keadaan secara global masyarakat suku Bali saat ini




BAB II
PEMBAHASAN

A. LOKASI, LINGKUNGAN ALAM DAN DEMOGRAFI
Bali dikenal sebagai Pulau Dewata (island God/island Paradise) merupakan salah satu tempat wisata terbaik di Indonesia bahkan dunia. Kuta, Sanur, Nusa Dua, Bedugul, Ubud, Sukawati, Lovina, dan lain lain merupakan tempat wisata yang terkenal di Bali.Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok.Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini.Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu.
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25?23? Lintang Selatan dan 115°14?55? Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain. Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963.Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali.Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi.Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya.Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.
Masyarakat suku Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni propinsi Bali.Oleh karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di wilayah – wilayah lainnya di Indonesia.Pulau ini terletak disebelah timur pulau Jawa yang dihuungkan oleh selat Bali.Bali adalah propinsi yang terletak di sebelah timur ditengah – tengah lautan, oleh karena itu propinsi Bali mempunyai iklim tropis (panas).Propinsi Bali adalah salah satu propinsi yang padat penduduknya. Pada tahun 1971 penduduknya sebanyak 2.469.930 jiwa, pada tahun 1990 meningkat lagi menjadi 2.777.811 jiwa. Keadaan perhubungan pun sangat baik dan lancar, baik darat, laut, maupun udara.

B. SEJARAH SUKU BALI
Zaman prasejarah Bali merupakan awal dari sejarah masyarakat Bali, yang ditandai oleh kehidupan masyarakat pada masa itu yang belum mengenal tulisan. Walaupun pada zaman prasejarah ini belum dikenal tulisan untuk menuliskan riwayat kehidupannya, tetapi berbagai bukti tentang kehidupan pada masyarakat pada masa itu dapat pula menuturkan kembali keadaanya Zaman prasejarah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang, maka bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang sudah tentu tidak dapat memenuhi segala harapan kita.
Berkat penelitian yang tekun dan terampil dari para ahli asing khususnya bangsa Belanda dan putra-putra Indonesia maka perkembangan masa prasejarah di Bali semakin terang. Perhatian terhadap kekunaan di Bali pertama-tama diberikan oleh seorang naturalis bernama Georg Eberhard Rumpf, pada tahun 1705 yang dimuat dalam bukunya Amboinsche Reteitkamer. Sebagai pionir dalam penelitian kepurbakalaan di Bali adalah W.O.J. Nieuwenkamp yang mengunjungi Bali pada tahun 1906 sebagai seorang pelukis.Dia mengadakan perjalanan menjelajahi Bali. Dan memberikan beberapa catatan antara lain tentang nekara Pejeng, desa Trunyan, Pura Bukit Penulisan. Perhatian terhadap nekara Pejeng ini dilanjutkan oleh K.C Crucq tahun 1932 yang berhasil menemukan tiga bagian cetakan nekara Pejeng di Pura Desa Manuaba desa Tegallalang.
Penelitian prasejarah di Bali dilanjutkan oleh Dr. H.A.R. van Heekeren dengan hasil tulisan yang berjudul Sarcopagus on Bali tahun 1954. Pada tahun 1963 ahli prasejarah putra Indonesia Drs. R.P. Soejono melakukan penggalian ini dilaksanakan secara berkelanjutan yaitu tahun 1973, 1974, 1984, 1985. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap benda-benda temuan yang berasal dari tepi pantai Teluk Gilimanuk diduga bahwa lokasi Situs Gilimanuk merupakan sebuah perkampungan nelayan dari zaman perundagian di Bali. Di tempat ini sekarang berdiri sebuah museum.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan hingga sekarang di Bali, kehidupan masyarakat ataupun penduduk Bali pada zaman prasejarah Bali dapat dibagi menjadi :
  1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana
Sisa-sisa dari kebudayaan paling awal diketahui dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960 dengan ditemukan di desa Sambiran (Buleleng Timur), dan ditepi timur dan tenggara Danau Batur (Kintamani) alat-alat batu yang digolongkan kapak genggam, kapak berimbas, serut dan sebagainya. Alat-alat batu yang dijumpai di kedua daerah tersebut kini disimpan di museum Gedung Arca di Bedahulu Gianyar. Pada zaman ini masyarakat masih hidup dengan pola nomaden (berpindah-pindah)
  1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
Pada masa ini corak hidup yang berasal dari masa sebelumnya masih berpengaruh.Hidup berburu dan mengumpulkan makanan yang terdapat dialam sekitar dilanjutkan terbukti dari bentuk alatnya yang dibuat dari batu, tulang dan kulit kerang.Bukti-bukti mengenai kehidupan manusia pada masa mesolithik berhasil ditemukan pada tahun 1961 di Gua Selonding, Pecatu (Badung).Goa ini terletak di Pegunungan gamping di semenanjung Benoa. Di daerah ini terdapat goa yang lebih besar ialah goa Karang Boma, tetapi goa ini tidak memberikan suatu bukti tentang kehidupan yang pernah berlangsung disana.Dalam penggalian goa Selonding ditemukan alat-alat terdiri dari alat serpih dan serut dari batu dan sejumlah alat-alat dari tulang. Di antara alat-alat tulang terdapat beberapa lencipan muduk yaitu sebuah alat sepanjang 5 cm yang kedua ujungnya diruncingkan.
  1. Masa bercocok tanam
Masa bercocok tanam lahir melalui proses yang panjang dan tak mungkin dipisahkan dari usaha manusia prasejarah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada masa-masa sebelumnya. Masa neolithik amat penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban, karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam bertambah cepat.Penghidupan mengumpulkan makanan (food gathering) berubah menjadi menghasilkan makanan (food producing).Perubahan ini sesungguhnya sangat besar artinya mengingat akibatnya yang sangat mendalam serta meluas kedalam perekonomian dan kebudayaan. Sisa-sisa kehidupan dari masa bercocok tanam di Bali antara lain berupa kapak batu persegi dalam berbagai ukuran, belincung dan panarah batang pohon.
  1. Masa perundagian
Dalam masa neolithik manusia bertempat tinggal tetap dalam kelompok-kelompok serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan yang dipusatkan kepada menghasilkan bahan makanan sendiri (pertanian dan peternakan).Dalam masa bertempat tinggal tetap ini, manusia berdaya upaya meningkatkan kegiatan-kegiatannya guna mencapai hasil yang sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Bali pada masa perundagian telah berkembang tradisi penguburan dengan cara-cara tertentu. Adapun cara penguburan yang pertama ialah dengan mempergunakan peti mayat atau sarkofagus yang dibuat dari batu padas yang lunak atau yang keras.Cara penguburannya ialah dengan mempergunakan tempayan yang dibuat dari tanah liat seperti ditemukan di tepi pantai Gilimanuk (Jembrana).
Dahulu pulau Bali disebut dengan nama “Walidwipa”, yang merupakan suatu kerajaan yaitu kerajaan Bali. Kerajaan ini berkembang sekitar abad ke VIII Masehi.Pemerintahannya berpusat di Shinghamandawa, sebuah tempat yang hingga kini belum diketahui dengan pasti. Kerajaan ini pernah diperintah oleh dua diansti, yaitu Dinasti Warmmadewa dengan Dinasti Sakellendukirana
Kerajaan Bali bercorak Hindu, ini dapat diketahui dari pembagian golongan dalam masyarakat (kasta), pembagian warisan, kesenian, serta agama dan kepercayaan. Dalam hal agama dan kepercayaan, pengaruh zaman Megalithikum terasa masih kuat pada masyarakat kerajaan Bali.Keadaan tersebut menunjukan bahwa mayarakat Bali merupakan pemegang teguh tradisi Warisan budaya serta agama dan kepercayaan masih dipegang teguh hingga saat sekarang ini.
C. BAHASA
Bahasa Bali, Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Sasak, Bahasa Madura dialek Buleleng, Karangasem, Klugkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan dan Jembrana. Bahasa Bali Hindu mengenal 3 tingkatan pemakaian bahasa, yaitu bahasa Alus, Lumrah (Madya) dan Bahasa Bali Kasar, berbeda dengan bahasa Bali Aga yang hampir tidak mengenal tingkatan seperti itu. Akan tetapi sekarang bahsa Bali Alus digunakan secara resmi oleh hampir semua golonan dalam pergaulan di daerah Bali sendiri.
Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai
Bahasa Bali termasuk keluarga bahasa Indonesia.Dilihat dari sudut perbendaharaan kata dan strukturnya, maka bahsa Bali tak jauh berbeda dari bahsa Indonesia lainnya.Peninggalan prasasti zaman kuno menunjukkan adanya adanya suatu bahasa Bali kuno yang berbeda dari bahasa Bali sekarang.Bahasa Bali kuno tersebut disamping banyak mengandung bahsa Sansekrta, pada masa kemudiannya juga terpengaruh oleh bahasa Jawa Kuno dari jaman Majapahit, ialah jaman waktu pengaruh Jawa besar sekali kepada kebudayaan Bali. Bahasa Bali mengenal juga apa yang disebut "perbendaharaan kata-kata hormat", walaupun tidak sebanyak perbendaharaan dalam bahasa Jawa. Bahasa hormat (bahasa halus) dipakai kalau berbicara dengan orang-orang tua atau tinggi.Di Bali juga berkembang kesusasteraan lisan dan tertulis baik dalam bentuik puisi maupun prosa. Disamping itu sampai saat ini di bali didapati juga sejumlah hasil kesusasteraan Jawa Kuno (kawi) dalam bentuk prosa maupun puisi yang dibawa ke Bali tatkala Bali di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.

D. SISTEM KEKERABATAN
Ø  Sistem Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta.Demikian, perkawinan adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki.Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.
Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut. Karena system garis keturunan di Bali menggunakan system patrilineal (garis keturunan ayah).
Dahulu, apabila ada perkawinan semacam itu, maka wanitannya akan dinyatakan keluar dari dadianya, dan secara fisik suami-istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama, ketempat yang jauh dari tempat asalnya. Semenjak tahun 1951, hukuman sermacam itu tidak pernah dijalankan lagi, dan pada saat ini hukuman campuran semacam itu relatif lebih banyak dilaksanakan. Bentuk perkawinan lain yang dianggap pantang adalah perkawinan bertukar antara saudara perempuan suami dengan saudara laki-laki istri (makedengan ngad), karena perkawinan yang demikian itu dianggap dapat mendatangkan bencana (panes). Pada umumnya, seorang pemuda Bali memperoleh seorang istri dengan dua cara, yaitu dengan meminang (memadik, ngidih) kepada keluarga gadis, atau dengana cara melarikan seorang gadis (mrangkat,ngrorod). Kedua cara diatas berdasarkan adat.
Sesudah pernikahan, suami-istri yang baru biasanya menetap secara virilokal dikomplek perumahan dari orang tua suami, walauntidak sedikit suami istri yang menetap secara neolokal dengan mencari atau membangun rumah baru.Sebaliknya ada pula suami istri baru yang menetap secara uxorilokal dikomplek perumahan dari keluarga istri (nyeburin). Kalau suami istri menetap secara virilokal, maka anak-anak keturunan mereka selanjutnya akan diperhitungkan secara patrilineal (purusa), dan menjadi warga dari dadia si suami dan mewarisi harta pusaka dari klen tersebut. Sebaliknya, keturunan dari suami istri yang menetap secara uxorilokal akan diperhitungkan secara matrilineal menjadi warga dadia si istri, dan mewarisi harta pusaka dari klen itu. Dalam hal ini kedudukan si istri adalah sebagai sentana(penerus keturunan).
Suatu rumah tangga di Bali biasanya terdiri dari suatu keluarga batih yang bersifat monogami, sering ditambah dengan anak laki-laki yang sudah kawin bersama keluarga batih mereka masing-masing dan dengan orang lain yang menumpang, baik orang yang masih kerabat maupun orang yang bukan kerabat. Beberapa waktu kemudian terdapat anak laki-laki yang sudah maju dalam masyarakat sehingga ia merasa mampu untuk berdiri sendiri, memisahkan diri dari orang tua dan mendirikajn rumah tangga sendiri yang baru. Salah satu anak laki-laki biasanya tetap tinggal di komplek perumahan orang tua (ngerob), untuk nanti dapat membantu orang tua mereka kalau sudah tidak berdaya lagi dan untuk selanjutnya menggantikan dan melanjutkan rumah tangga orang tua.
Tiap-tiap keluarga batih maupun keluarga luas, dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatnya yang lebih luas yaitu klen (tunggal dadia).Strutur tunggal dadia ini berbeda-beda di berbagai tempat di Bali.Di desa-desa pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal, tidak usah lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya.didesa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan mendirikan tempat pemujaan di masing-nasing kediamannya, yang disebut kemulan taksu.
Disamping itu, keluarga batih yang hidup neolokal masih mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap kuil asal (dadia atau sanggah) di rumah orang tua mereka.Suatu pura ditingkat dadia merayakan upacara-upacara sekitar lingkaran hidup dari semua warganya, dan dengan demikian pura/kuil tersebut mempersatukan dan mengintensifkan rasa solidaritet anggota-anggota dari suatu klen kecil.
Di samping itu ada lagi kelompok kerabat yang lebih besar yang melengkapi beberapa kerabat tunggal dadia (sanggah) yang memuja kuil leluhur yang samadisebut kuil (pura) paibon atau panti. Dalam prakteknya, suatu tempat pemujaan di tingkat paibon juga hanya mempersatukan suatu lingkaran terbatas dari kaum kerabat yang masih dikenal hubungannya saja.Klen-klen besar sering juga mempunyai suatu sejarah asal-usul yang ditulis dalam bentuk babad dan yang disimpan sebagai pusaka oleh salah satu dari keluarga-keluarga yang merasa dirinya senior, ialah keturunan langsung dan salah satu cabang yang tua dalam klen.

Ø  Sistem Kemasyarakatan Orang Bali
1.   Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut. Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan menghendaki.
Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar.Ia dipilih dengan masa jabatab tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dari banjar sebagai suatu komuniti, tapi juga lapangan kehidupan keagamaan. Kecuali itu ia juga harus memecahkan masalah yang menyangkut adat. Kadang kelian banjar juga mengurus hal-hal yang sifatnya berkaitan dengan administrasi pemerintahan.
2.   Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar. Warga subak adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar tersebtu akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunya sebidang sawah.
3.   Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain. sekaha-sekaha di atas biasanya merupakan perkumpulan yang terlepas dari organisasi banjar maupun desa.
4.   Gotong – Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin) yang meliputi lapangan-lapangan aktivitet di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau dalam peristiwa kecelakaan dan kematian.nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng (menarik).Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan.bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah) untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.


Kesatuan-kesatuan sosial di atas, biasanya mempunyai pemimpin dan mempunyai kitab-kitab peraturan tertulis yang disebut awig-awig atau sima.Pemimpin biasanya dipilih oleh warganya.Klen-klen juga mempunyai tokoh penghubung yang bertugas memelihara hubungan antara warga-warga klen, menjadi penasehat bagi para warga mengenai seluk beluk adat dan peristiwa-peristiwa yang bersangkaut paut dengan klen.Tokoh klen serupa itu di sebut moncol. Klen tersebut tidak mempunyai peraturan tertulis, akan tetapi mempunya silsilah/babad. Ditingkat desa ada kesatuan-kesatuan administratif yang disebut perbekelan.Suatu perbekelan yang sebenarnya merupakan warisan dari pemerintah Belanda, diletakkan diatas kesatuan-kesatuan adat yang asli di Bali, seperti desa adat dan banjar.Maka terdapatlah gabungan-gabungan dari banjar dan desa ke dalam suatu perbekelan yang dipimpin oleh perbekel atau bendesa yang secara administratif bertanggung jawab terhadap atasannya yaitu camat, dan seterusnya camat bertanggung jawab kepada bupati.


Ø  Pola perkampungan
Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa ini bersifat memusat dengan kedudukan desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut
Kedua, pola perkampungan menyebar, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali dataran, dimana baik wilayah maupun jumlah warga desa disini jauh lebih luas dan lebih besar dari desa-desa pegunungan.Desa-desa di Bali dataran yang menunjukkan pola menyebar terbagi lagi dalam kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut Banjar.Banjar disini pada hakekatnya adalah juga suatu kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah, ikatan wilayah, ikatan pemujaan, serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.
Tata kehidupan masyarakat Bali khususnya di Kabupaten Gianyar, secara umum terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1.             Sistem kekerabatan yang terbentuk menurut adat yang berlaku, dan dipengaruhi oleh adanya klen-klen keluarga; seperti kelompok kekerabatan disebut Dedia (keturunan), pekurenan, kelompok kekerabatan yang terbentuk sebagai akibat adanya perkawinan dari anak-anak yang berasal dari suatu keluarga inti.
2.             Sistem kemasyarakatan merupakan kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah/ territorial administrasi (perbekelan/kelurahan) yang pada umumnya terpecah lagi menjadi kesatuan sosial yang lebih kecil yaitu banjar dan territorial adat. Banjar mengatur hal-hal yang bersifat keagamaan, adat dan masyarakat lainnya.
Dari sistem kemasyarakatan yang ada ini maka warga desa bisa masuk menjadi dua keanggotaan warga desa atau satu yaitu : sistem pemerintahan desa dinas sebagai wilayah administratif dan desa pakraman. Dari kehidupan masyarakat setempat terdapat pula kelompok-kelompok adat.
Ø  Sistem Penamaan
Sebelumnya akandijelaskan tentang tambahan kata “i” atau “Ni” yang biasanya terdapat pada awal nama orang Bali. “I” dipake untuk anak laki-laki, dan “Ni” digunakan untuk anak perempuan.Kedua kata ini mengandung arti “Si” dalam Bahasa Indonesia. Misalnya; si A, si B, si C, dst. Penambahan kata ini sebenarnya opsional, artinya ada yang memakainya ada juga yang tidak.Tapi mayoritas orang Bali memakainya.Yang mengabaikan penambahan “I” atau “Ni” ini biasanya rekan kita yang berasal dari Kabupaten Buleleng (Singaraja).
Nama Depan = Urutan Kelahiran
Di dalam adat istiadat dan budaya Bali, sistem pemberian nama depan umumnya didasarkan pada urutan kelahiran si anak.
  1. Anak pertama (sulung) umumnya akan diberi nama depan seperti; Putu, Gede, atau Wayan. Contohnya ; I Putu Budiastawa, Gede Prama, dst.
  2. Anak kedua umumnya diberi nama depan; Made, Kadek atau Nengah. Contohnya; I Made Ardana, Ni Made Wiratnati, Nengah Gunadi, dst.
  3. Anak ketiga biasanya diberi nama depan; Komang atau Nyoman. Misalnya; I Komang Tirtayasa, Ni Nyoman Dwi Arianti, Komang Budiasa, dst.
  4. Anak keempat umumnya diberikan nama depan; Ketut. Misalnya; I Ketut Pancasaka, Ni Ketut Widiadari, Ketut Astawara, dsb.
Untuk anak kelima, keenam, dan seterusnyaada dua alternatif. Pertama, ada yang menerapkan dengan kembali lagi ke putaran awal, misalnya kembali ke Putu, kemudian Made, dst. Kedua, ada juga yang menerapkan dengan terus-menerus memberikan nama depan Ketut untuk anak kelima, keenam dan seterusnya.

·         Catur Warna
Pada masa kerajaan khususnya pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, ada yang namanya Catur Warna. Yaitu empat penggolongan profesi dan pengabdian dalam kehidupan pada masa itu. Dari pembagian ini timbul gelar-gelar yang ditambahkan pada nama orang Bali. Dan pemberian nama itu diwariskan turun temurun hingga sekarang.Nama depan seperti Ida Bagus [untuk pria] dan Ida Ayu [untuk wanita] itu muncul dari golongan Brahmana yang pada masa ‘tempo doeloe’ menitikberatkan pengabdiannya di bidang kerohanian, kependetaan dan keagamaan.Sedangkan nama depan seperti Anak Agung, Cokorda, I Dewa Putu, Dewa Ayu, Desak, Gusti Putu, Gusti Ayu, atau Sayu, itu berasal dari golongan Ksatrya, yang pada jaman kerajaan ‘doeloe’ menitikberatkan pekerjaan dan pengabdiannya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.

E. SISTEM RELIGI DAN KEPERCAYAAN
Sebagian besar masyarakat Bali menganut agama Hindu –Bali, akan tetapi, ada pula sebagian kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan katholik. Hindu (92,3%), Islam (5,7%), Lainnya (2%). Penganut agama Islam terdapat di Karang Asem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan katholik terutama terdapat di Denpasar, Jimbaran dan Singaraja
Tempat beribadah agama Hindu di berupa pura Besakih, Pura Desa (Kayangan Tiga), Subak dan Seka, kumpulan tari atau semacam sanggar tari, serta tempat pemujaan leluhur dari klen – klen besar. Ada juga yang di sebut Sanggah yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas.Sedangkan kitab suci adalah “Weda” yang bersisi tentang Atman, Karmapala, Punarbawa, dan Moksa.
Di Bali ada seorang pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara keagamaan, terutama upaca besar adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang umumnya disebut “Sulingih” tetapi tidak semua pendeta disebut Sulingih, misalnya “Pedanda” untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Budha, atau “Resi” untuk pendeta dari kalangan Satria.
F. SISTEM EKONOMI
Umumnya mata pencaharian masyarakat Bali dibidang kesenia, sperti seni pahat, lukis, kerajinan dan lain – lain. Tetapi tidak semuanya, ada juga yang bergerak di bidang pertanian dan industri, misalnya perusahaan tenun di Denpasar.Bali mempunyai potennsi sumber daya alam dan manusia yang sangat baik, yang paling menonjol adalah objek wisatanya. Objek wisata tersebut dapat dijadikan sumber devisa (alat pembayaran utang luar negeri), dengan cara menarik sebanyak – banyaknya wisatawan mancanegara. Bukan hanya itu saja, Bali juga mempunyai hutan dan gunung yang bisa digali kekayaan alamnya.Tanahnya pun cukup baik dan subur sehingga bisa dijadikan sebagai lahan pertanian maupun lahan perkebunan, bahkan untuk perindustrian.Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan.Sebagian juga memilih menjadi seniman.Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
G. SISTEM TRANSPORTASI
Bali tidak memiliki jaringan rel kereta api namun jaringan jalan yang sangat baik tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena moda transportasi umum tidak tersedia dengan baik, kecuali taksi.
Jenis kendaraan umum di Bali antara lain:
  • Dokar, kendaraan dengan menggunakan kuda sebagai penarik
  • Ojek, taksi sepeda motor
  • Bemo, melayani dalam dan antarkota
  • Taksi
  • Bus, melayani hubungan antarkota, pedesaan, dan antarprovinsi.
Bali terhubung dengan Pulau Jawa dengan layanan kapal feri yang menghubungkan Pelabuhan Gilimanuk dengan Pelabuhan Ketapang di Kabupaten Banyuwangi yang lama tempuhnya sekitar 30 hingga 45 menit. Penyeberangan ke Pulau Lombok melalui Pelabuhan Padang Bay menuju Pelabuhan Lembar yang memakan waktu sekitar empat jam. Transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai dengan destinasi ke sejumlah kota besar di Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand serta Jepang. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
H.SISTEM POLITIK
Desa di Bali dibuat berdasarkan kesatuan tempat.Sebagian tanah di wilayah Bali adalah milik para warga desa sebagai individu, dan sebagian lagi adalah tanah yang ada di bawah hak ulayat desa.Tanah hak ulayat desa ini dapat diberikan kepada pamong desa, pejabat desa, atau kepada warga desa yang membutuhkan.Pamong desa dan pejabat desa itu sendiri harus mengembalikan tanah tersebut kepada desa bila mereka berhenti.Desa berhak mencabut kembali tanah yang diberikan kepada warga desa bila perlu.
Desa-desa di daerah pegunungan biasanya mempunyai pola perkampungan memusat (sistem banjar).Banjar dikepalai oleh kepala yang disebut klian banjar (kliang).Ia dipilih untuk suatu masa jabatan tertentu oleh warga banjar. Tugasnya tidak hanya menyangkut urusan dalam sosial banjar sebagai suatu komunitas, tetapi juga kehidupan keagamaan.Ia juga harus memecahkan soal-soal hukum adat tanah dan bertanggung jawab kepada pemerintah di atasnya.
Selain kesatuan wilayah (sistem banjar) di Bali terkenal juga kesatuan keagamaan yang ditentukan oleh suatu kompleks kuil desa yang disebut keyengantiga, yaitu: pura puseh, pura bale agung, pura dalam. Pura puseh, dan pura baleagung ada kalanya dijadikan satu menjadi pura desa. Kesatuan lainnya adalah organisasi dan perkumpulan seperti subak dan seka.
Selain kesatuan wilayah (sistem banjar) di Bali terkenal juga kesatuan keagamaan yang ditentukan oleh suatu kompleks kuil desa yang disebut keyengantiga, yaitu: pura puseh, pura bale agung, pura dalam. Pura puseh, dan pura baleagung ada kalanya dijadikan satu menjadi pura desa. Kesatuan lainnya adalah organisasi dan perkumpulan seperti subak dan seka.
I.   HARI RAYA DI BALI
1.   HARI RAYA NYEPI
Hari Raya Nyepi adalah hari pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap satu tahun sekali yang jatuh pada sehari sesudah tileming kesanga pada tanggal 1 sasih Kedasa.Kegiatan dalam menyambut Hari Raya Nyepi ini ada dua macam yaitu:
Ø  Sehari sebelum hari raya Nyepi, tepat pada bulan mati (tilem) melaksanakan upacara Bhuta Yadnya (mecaru).
Ø  Pada hari raya Nyepi yaitu awal tahun baru Saka yang jatuh pada tanggal 1 sasih Kedasa dilaksanakan upacara Yoga Samadhi.
Ada empat berata pantangan yang wajib diikuti pada saat hari raya Nyepi, disebut Catur Berata Penyepian, yaitu:
·         1.Amati Geni                  : berpantang menyalakan api
·         2.Amati Karya                : menghentikan aktivitas kerja
·         3.Amati Lelanguan        : berpantang menghibur diri / menghentikan kesenangan
·         4.Amati Lelungaan        : berpantang bepergian

2.   HARI RAYA GALUNGAN
Dalam rangkaian peringatan Galungan, pustaka-pustaka mengajarkan bahwa sejak Redite Pahing Dungulan kita didatangi oleh Kala-tiganing Galungan. Sang Kala Tiga ialah Sang Bhuta Galungan, Sang Bhuta Dungulan dan Sang Bhuta Amangkurat. Disebutkan dalam pustaka-pustaka itu: mereka adalah simbul angkara (keletehan). Jadi dalam hal ini umat berperang, bukanlah melawan musuh berbentuk fisik, tetapi kala keletehan dan adharma. Berjuang, berperang antara dharma untuk mengalahkan adharma. Menilik nama-nama itu, dapatlah kiranya diartikan sebagai berikut:
1.       Hari pertama = Sang Bhuta Galungan.
Galungan berarti berperang/ bertempur. Berdasarkan ini, boleh kita artikan bahwa pada hari Redite Pahing Dungulan kita baru kedatangan bhuta (kala) yang menyerang (kita baru sekedar diserang).
2.       Hari kedua = Sang Bhuta Dungulan.
Ia mengunjungi kita pada hari Soma Pon Dungulan keesokan harinya. Kata Dungulan berarti menundukkan/ mengalahkan.
3.       Hari ketiga = Sang Bhuta Amangkurat
Hari Anggara Wage Dungulan kita dijelang oleh Sang Bhuta Amangkurat. Amangkurat sama dengan menguasai dunia. Dimaksudkan menguasai dunia besar (Bhuwana Agung), dan dunia kecil ialah badan kita sendiri (Bhuwana Alit).
Pada hari itu dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat) menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Di dalam tebog atau selanggi yang berisi nasi kuning tersebut dipancangkan sebuah wayang-wayangan (malaekat) yang melimpahkan anugrah kemakmuran kepada kita semua.

3.   HARI RAYA SARASWATI
Hari Raya Saraswati yaitu hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari itu kita umat Hindu merayakan hari yang penting itu. Terutama para pamong dan siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu pengetahuan pada umumnya. 
Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma. Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat anugerah dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan.
Dewi Saraswati digambarkan sebagai seorang wanita cantik bertangan empat, biasanya tangan- tangan tersebut memegang Genitri (tasbih) danKropak (lontar). Yang lain memegang Wina (alat musik / rebab) dan sekuntum bunga teratai. Di dekatnya biasanya terdapat burung merak dan undan (swan), yaitu burung besar serupa angsa (goose), tetapi dapat terbang tinggi .
Upacara pada hari Saraswati, pustaka-pustaka, lontar-lontar, buku-buku dan alat-alat tulis menulis yang mengandung ajaran atau berguna untuk ajaran-ajaran agama, kesusilaan dan sebagainya, dibersihkan, dikumpulkan dan diatur pada suatu tempat, di pura, di pemerajan atau di dalam bilik untuk diupacarai

J.  KESENIAN
Bali mempunyai beraneka ragam seni tari, seperthi tari Legong yang berlatar belakang kisah cinta Raja Lasem, dan tari Kecak adalah tari yang mengisahkan tentang bala tentara monyet Hanoman dan Sugriwa. Lagu – lagu daerahnya pun bermacam – macam seperti mejangeran, Macepet Cepetan, Meyong – Meyong, Ngusak Asik, dan lain – lain. Alat musiknya disebut gamelan Bali. Bali juga mempunyai senjata tradisional, yaitu keris (Kedukan), tombak dan golok.
Rumah adatnya pun bermacam – macam seperti Gapura Candi Bentar, Bali Bengong, Balai Wanikan, Kori Agung, Kori Babetelan. Sedangkan pakaian adatnya adalah untuk pria Bali berupa ikat kepala (Destar) kain songket saput, dan sebilah keris terselip dipinggang belakang, kaum wanitanya memakai dua helai kain songket, Stagen Songket (Merpada), selendang / senteng serta hiasan bunga emas dan kamboja (Subang, Kalung, Gelang) diatas kepala. Secara Lebih rinci yaitu sebagai berikut :
1.   Musik
Seperangkat gamelan Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan. Ada pula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.

Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
2.   Gamelan
·         Jegog
·         Genggong
·         Silat Bali
3.   Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok, yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[7]

Pakar seni tari Bali I Made Bandem[8] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged serta berbagai koreografi tari modern lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.