Sabtu, 26 Maret 2011

REVOLUSI BELAJAR

’Masa depan adalah milik para pembelajar. Hanya individu yang mau terus-menerus belajar sajalah yang akan bertahan dan berkembang. Dan pembelajaran menuju masa depan paling cemerlang adalah pembelajaran yang tidak semata-mata memperhatikan cara menghasilkan uang, tetapi cara bekerja dan hidup yang menunjukkan kehormatan kita sebagai manusia serta menyulut seluruh kecerdasan kita.
”Sekarang petanyaannya adalah “bagaimana cara kita belajar agar kita bias meraih itu semua?” ada dua factor yang menjadikan kita berhasil dalam belajar, ialah pembelajar dan pengajar. Pengajar TIDAK HARUS SELALU seorang guru/tentor/fasilitator kita melainkan diri kita sendiri pun (pembelajar) bias dikatakan sebagai pengajar…..”mengapa?” disaat kita jenuh dengan materi pembelajaran yang begitu begitu begitu saja…..kita bisa menjadi pengajar yang baik kepada diri kita sendiri (pembelajar)…caranya??? Saat-saat yang penting bagi masa depan kita itu (saat belajar) tetapi sangaaat begitu membosankan kita bisa mengajari diri kita dengan melibatkan kita dalam penjelasan-penjelasan panjaangg lebar dari pengajar kita…misalnya dengan mengajukan pertanyaan atau melibatkan seluruh anggota badan dan indra kita untuk belajar, “bukan Cuma otak”, akan tetapi untuk hal ini diperlukan korelasi antara pembelajar dan pengajar yang saling pengertian…dan cobalah untuk berpikir seperti anak kecil yang tidak takut salah dan selalu mencoba hal-hal baru dalam proses pembelajarannya.
Anak kecil belajar seperti mangkuk bermulut lebar yang menerima segala sesuatu yang dituangkan ke dalamnya dari lingkungan sekitarnya dan tanpa merasa takut mencoba hal-hal baru yang ia belum ketahui. Namun celakanya kemudian pendidikan formal ikut campur tangan. Mangkuk bermulut lebar itu dicekik menjadi vas bermulut sempit bagi orang dewasa. Belajar kini menjadi terkontrol, terstruktur, dibuat standar, mekanis dan verbal…benar-benar verbal. Yang masuk ke dalam benak kita kini berupa aliran kecil informasi linear yang masuk setetes demi setetes, yang didermakan kepada kita melalui medium INSTRUKSI, yang menjadikan belajar dan untuk memahami materi pembelajaran itu menjadi sulit dan susah untuk dimengerti. Dalam belajar, kita dituntut untuk memahami materi yang sama, padahal kemampuan setiap anak tentu berbeda-beda sehingga muncullah kata “si bodoh” dan “si pintar” .lalu apa tujuan pendidikan itu??? Seperti yang dikatakan oleh  John Manson bahwa tujuan pendidikan itu seharusnya adalah mengubah pikiran menjadi sumber air yang terus mengalir, bukan waduk air”
Konsep evaluasi dipercaya hanya yang obyektif dan eksternal bukan kuantitatif dan MENYESUAIKAN kemampuan pembelajar…akibatnya dengan ketimpangan-ketimpangan tersebut muncullah kata MENCONTEK di kalangan pembelajar untuk mencapai predikat “si pintar”…system evaluasi yang timpang dengan perlakuan pembelajar seperti mesin-mesin ingatan adalah tekanan yang meredusir kemampuan manusia bersama kurikulum yang sangat ambisius dan dituntut untuk memahami semua kurikulum itu untuk mendapat predikat “si pintar” ya…lagi-lagi untuk mencapai predikat “pintar”. Jika pembelajar tersebut tidak bisa menguasai materi maka SESAMA PEMBELAJAR (ironisnya) dan ataupun fasilitator cenderung mengeluarkan komentar negative bagi pembelajar tersebut. Padahal komentar negative yang biasa berupa hardikan ataupun cercaan bisa melemahkan mental seseorang, karena jika pembelajar telah mendapat komentar negative itu (dan jika itu terus-menerus) pastilah ia akan merasa malu dimana malu merupakan aib akibatnya pembelajar cenderung duduk diam dan mendengarkan penjelasan fasilitator dan enggan melontarkan kritik maupun pertanyaan maupun pernyataan kepada pengajar saat proses pembelajaran karena mereka takut salah..karena salah itu mendapat cercaan dan salah itu memalukan dan malu itu aib..jadi kalau kita salah berarti kita membuka aib dan aib itu menimbulkan stress(jika berkepanjangan). Stress melumpuhkan 200 milyar sel otak yang kita miliki hingga menyebabkan hanya 1% saja materi yang pembelajar kuasai. Perlu diketahui bahwa setiap minggunya rata-rata seseorang menerima 460 komentar negatif yang menjatuhkan dan 75 komentar positif yang mendukung…hhm rupanya jumlah yang lebih banyak 6 kali lipat bukan???? Inilah awal kepasifan pendidikan di Indonesia. Ada masalah lain yang penulis jumpai di dunia pendidikan ini. …….. “duduk diam di tempat terbatas adalah salah satu hukuman paling berat yang dapat dijatuhkan kepada manusia. Namun, inilah yang kita lakukan terhadap para pembelajar(Edward T. Hall)” …ya seperti itulah..rata-rata pembelajar dituntut untuk duduk diam memperhatikan penjelasan pengajar..dan siswa yang lebih banyak bergerak di ruang pembelajaran dikatakan dan di cap HIPERAKTIF dan mengganggu pembelajaran. Akan tetapi, nampaknya anggapan ini perlu sedikit diubah. Karena (menurut buku the accelerated learning karangan Dave Maier) beberapa waktu lalu para peneliti menemukan bahwa fungsi-fungsi seperti berpikir dan gerakan tubuh terkait erat dalam otak . sebagai contoh bagian neokorteks yang mengontrol keterampilan motor yang baik dari seluruh tubuh . tubuh dan pikiran bukan dua entitas yang terpisah melainkan satu keseluruhan yang benar-benar terpadu, jadi bisa dikatakan bahwa jika tubuhmu tidak bergerak maka otakmu tidak beranjak.
Setelah membaca tulisan ini mungkin muncul tanggapan..”kok penulis lebih menyalahkan sistemnya???bukan pembelajar itu sendiri yang menurut tujuan pendidikan siswa itu sebagai subjek pendidikan.” Banyak sudah penulis mendapatkan PETUAH dari fasilitator bahwa “kegagalan belajar itu hanya bersumber dari pembelajar sebagai subjek belajar” misalnya pembelajar tidak merespon pengajar, motivasi belajar yang rendah dan sikap pembelajar yang acuh tak acuh terhadap pengajar..yaa..rata-rata hanya itu yang disampaikan dan perlu diubah…tetapi bukankah sistemnya pun perlu dikoreksi???dengan demikian korelasi antara pembelajar, pengajar berikut SISTEMnya  sangat terkait untuk menjadikan kita berhasil dalam belajar…jadi tidak akan ada lagi anggapan bahwa “LIBUR/LULUS SEKOLAH BAGAIKAN LOLOS DARI PENJARA YANG MEMATIKAN”